PENGERTIAN
ASSESSMENT
Assessment
adalah proses mengumpulkan informasi yang biasanya digunakan sebagai dasar
untuk pengambilan keputusan yang nantinya akan dikomunikasikan kepada
pihak-pihak yang terkait oleh asesor (Nietzel dkk, 1998). Assessment juga merupakan metode untuk mengidentifikasi
kesamaan atau perbedaan individu berdasarkan karakteristik dan kapasitas
personalnya (Weiner, 2003).
Assessment dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah informasi yang komprehensif yang tidak hanya berasal dari hasil tes psikologi akan tetapi juga melalui sumber lainnya seperti wawancara, observasi, atau dokumen pendukung. Meskipun terkadang sebagian orang awam melihat sebagai dua hal yang setara, assessment psikologis berbeda dengan pemberian tes. Jika pemberian tes psikologi memuat administrasi prosedur, administrasi, penyekoran dan interpretasi data, maka assessment psikologis menekankan proses identifikasi informasi individu atau masalah melalui berbagai macam sumber terintegrasi sehingga menampilkan informasi yang mendalam dan terfokus (Handler dan Clemence, 2003).
Assessment dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah informasi yang komprehensif yang tidak hanya berasal dari hasil tes psikologi akan tetapi juga melalui sumber lainnya seperti wawancara, observasi, atau dokumen pendukung. Meskipun terkadang sebagian orang awam melihat sebagai dua hal yang setara, assessment psikologis berbeda dengan pemberian tes. Jika pemberian tes psikologi memuat administrasi prosedur, administrasi, penyekoran dan interpretasi data, maka assessment psikologis menekankan proses identifikasi informasi individu atau masalah melalui berbagai macam sumber terintegrasi sehingga menampilkan informasi yang mendalam dan terfokus (Handler dan Clemence, 2003).
Assessment
psikologi klinis adalah proses mengumpulkan informasi mengenai klien untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang dirinya dan juga suatu proses
mengumpulkan dan menginterpretasi informasi dari berbagai sumber yang
digunakan sebagai dasar untuk
diagnosis atau proses yang digunakan psikolog klinis untuk mengamati dan
mengevaluasi masalah social dan psikologis klien, baik menyangkut keterbatasan
maupun kapabilitasnya. Sebagai prasyarat bagi terapi, assessment klinis
menyediakan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan kunci, seperti menyangkut kelemahan
klien dan akibat-akibatnya, defisiensi dan gangguan yang terjadi pada pemfungsian
klien atau lingkungan sosialnya untuk mengelola masalah dan atau mengembangkan
kecenderungan positifnya, serta intervensi apa yang terbaik digunakan untuk
dapat memenuhi kebutuhan klien.
Assessment
psikologi klinis juga memberikan kontribusi terhadap riset klinis, antara lain
dengan menyediakan landasan ilmiah untuk mengevaluasi terapi dan membangun
teori-teori pemfungsian dan disfungsi manusia. Namun assessment berbeda dengan psikodiagnostika,
Kalau psikodiagnostika adalah metode untuk menetapkan kelainan psikis dengan
tujuan untuk dapat memberikan pertolongan secara tepat sedangkan assessment
psikologis adalah proses penilaian atau penaksiran dengan menggunakan metode
tertentu untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif agar dapat membuat
keputusan yang tepat.
TUJUAN
ASSESSMENT
·
Diagnostic
Classification
Maksud dari klasifikasi (penegakan) diagnostik yang
tepat antara lain : Untuk menentukan jenis treatment
yang tepat, untuk identifikasi gangguan psikologis. Suatu treatment
sangat bergantung pada bagaimana pemahaman klinisi terhadap kondisi klien
termasuk jenis gangguannya (vermande, van den Bercken, & De Bruyn, 1996).
Untuk keperluan penelitian. Penelitian tentang berbagai penyebab suatu gangguan
sangat bergantung kepada validitas dan reliabilitas diagnostik yang ditegakkan.
Memungkingkan klinisi untuk mendiskusikan gangguan dengan cara efektif bersama
profesional yang lain (Sartorius et.al, 1996).
·
Description
Didasarkan pada dimensi kepribadian (extraversion, stabilitas emosi dll),
gambaran kepribadian(interaksi individu dengan lingkungan), dibuat dalam bentuk
profile. Para klinisi beranggapan bahwa untuk memahami content
dari perilaku klien secara utuh maka harus mempertimbangkan juga tentang context
sosial, budaya dan fisik klien. Hal itu menyebabkan assessment diharapkan dapat mendeskripsikan
kepribadian seseorang secara lebih utuh dengan melihat pada person-environtment
interactions. Dalam fungsinya sebagai sarana untuk melakukan deskripsi
terhadap kepribadian seseorang secara utuh, di dalam assessment harus terdapat
antara lain : motivasi klien, fungsi intrapsikis, respon terhadap tes,
pengalaman subjektif, pola interaksi, kebutuhan (needs) dan perilaku.
Dengan menggunakan pendekatan deskriptif tersebut memudahkan klinisi untuk
mengukur perilaku pra treatment, merencanakan jenis treatment dan
mengevaluasi perubahan perilaku pasca treatment.
·
Prediction
Digunakan
untuk membuat prediksi tentang perilaku manusia, membantu seleksi, memprediksi
bahaya dan dilakukan dalam program screeningserta mendapatkan informasi khusus
tentang klien yg akan memfasilitasi pengambilan keputusan untuk memprediksi perilaku
seseorang. Misalnya klinisi diminta oleh perusahaan, kantor pemerintah atau
militer untuk menyeleksi seseorang yang tepat bagi suatu posisi kerja tertentu.
Dalam kasus tersebut, klinisi akan melakukan assessment dengan mengumpulkan dan
menguji data deskriptif yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan
prediksi dan seleksi.
Klinisi
kadang dihadapkan pada situasi untuk memprediksi hal-hal yang berbahaya,
misalnya pertanyaan seperti “Apakah si A akan bunuh diri ?”, “Apakah si B tidak
akan menyakiti orang lain setelah keluar dari RS?”. Pada saat itu klinisi harus
menentukan jawaban “ya” atau “tidak”. Prediksi klinisi tentang “berbahaya” atau “tidak berbahaya” dapat
dievaluasi dengan empat kemungkinan jawaban.
a.
True
positive, jika
prediksi klinisi berbahaya dan ternyata klien menunjukkan perilaku berbahaya.
b.
True
negative, jika
prediksi klinisi tidak berbahaya dan ternyata klien menunjukkan perilaku yang
tidak berbahaya.
c.
False
negative, jika
prediksi klinisi tidak berbahaya tetapi klien menunjukkan perilaku berbahaya.
d.
False
positive, jika
prediksi klinisi berbahaya tetapi klien menunjukkan perilaku tidak berbahaya.
PERAN
PSIKOLOGI DALAM ASSESSMENT
o
Menyeleksi metode assessment yang
digunakan
o
Melakukan proses assessment
o
Memeriksa & menginterpretasikan data
yang didapat
o
Memberikan rangkuman kesimpulan yang
relevan kepada klien
o
Mengkomunikasikan hasil assessment kepada
profesional lain
METODE
ASSESSMENT
ü Wawancara
: adalah alat dasar dalam assessment psikologi karena ketika melakukan tes
psikologis & observasi jg dilakukan wawancara. Dan meskipun wawancara
adalah proses vocal, tapi pewawancara harus memperhatikan pesan nonverbal yang
ditampilkan klien. Tujuan wawancara bervariasi, tergantung pada konteks secara umum : mendapatkan pemahaman pola
karakteristik klien. Dan macam-macam wawancara adalah sebagai berikut: Wawancara
mengenai status mental, Wawancara sosial-klinis, Wawancara yang difraksikan, Wawancara
terstruktur (Utk mendptkan standarisasi dalam proses wawancara. Pewawancara
menanyakan sejumlah pertanyaan yang sudah dibuat sebelumnya, menggunakan
kata-kata standar dan cara bertanya sesuai urutan waktu. Misal : schedule for
affective disorder & schizophrenia (SADS), and its lifetime version SADS-L).
ü Tes
Psikologis tertulis yang terstruktur : Tes ini meminta subyek untuk menjawab
pertanyaan secara tegas, tidak samar-samar, ya atau tidak, dan maknanya
uniform, serta merespon pertanyaan dengan cara yang terbatas. Tes terstruktur
membutuhkan standarisasi yang hati-hati dan norma yang representatif.
ü Tes
tidak terstruktur/proyektif : Tes yang memberikan pertanyaan kepada klien
dengan cara menjawab yang memberikan keleluasaan lebih besar, misalnya Thematic
Apperception Test (TAT) atau Rorschah Inkblot-tes.
ü Behavioral
Assessment : Observasi ini merupakan observasi sistematik yang dilakukan dalam
laboratorium, di klinik,kelas ataupun dalam perilaku sehari-hari. Tujuannya untuk
mendapatkan sampel perilaku dan didesain untuk menjelaskan pola perilaku klien
dalam kehidupan nyata & efek lingkungan terhadap pola perilaku yg
dimunculkannya.
ü Kunjungan
Rumah : Kunjungan rumah dimaksudkan untuk memahami kehidupan alamiah klien di
rumah dan keadaan serta pola kehidupan keluarga klien.
ü Catatan
Kehidupan : Psikologi sering tertarik untuk mempelajari riwayat hidup klien,
karena riwayat itu dapat mendasari permasalahan yang dialaminya saat ini.
ü Dokumen
Pribadi : Catatan atau dokumen pribadi penting untuk mengetahui motif utama
klien, maupun hal-hal yang disembunyikan, penyangkalan, hambatan, dan kesulitan
klien dalam membicarakan permasalahannya.
ü Pemfungsian
Psikofisiologis : Hubungan psikis-mental dan faal organ tubuh sangatlah erat.
Tekanan darah, misalnya, sering berhubungan dengan adanya kecemasan dan juga
merupakan reaksi atas tekanan-tekanan psikologis
TARGET
ASSESSMENT
§ Disfungsi
klien : memperhatikan abnormalitas atau kekurangan dalam segi pikiran,
perasaan, perilaku.
§ Kekuatan
klien : kemampuan, keterampilan, atau sensitivitas yang menjadi target
evaluasi.
§ Mengevaluasi
& menggambarkan kepribadian klien
§ Lingkungan
sosial & dampaknya bagi klien
§ Fungsi
analisa : evaluasi perubahan perilaku yang berasal dari situasi kehidupan
khusus, misalnya pola makan.
PROSES
ASSESSMENT
Inti assessment adalah
mengumpulkan informasi yang akan digunakan untuk mengenali dan menyelesaikan
masalah menjadi lebih efektif.
I
II III IV
I. Planning Data Collection Procedures
Apa
yang ingin kita diketahui ?
Usaha-usaha
atau penekanan assessment yang dilakukan dan disesuaikan dengan pendekatan atau
teori yang akan digunakan. Penekanan assessment berkaitan dengan dinamika
kepribadian, latar belakang lingkungan sosial dan keluarga, pola interaksi
dengan orang lain, persepsi terhadap diri dan realita atau riwayat secara
genetis dan fisiologi.
Tingkat Assessment dan Data yang Berkaitan:
Somatis : Golongan darah, pola respon somatis
terhadap stress, fungsi hati, karakteristik genetis, riwayat penyakit, dsb.
Fisik : Berat badan, tinggi badan, jenis
kelamin, warna kulit, bentuk tubuh, tipe rambut, dsb.
Demografis : Nama, umur, tempat/tanggal
lahir, alamat, nomor telepon, pekerjaan, pendidikan, penghasilan, status
perkawinan, jumlah anak, dsb.
Overt behavior : Kecepatan membaca, koordinasi
mata-tangan, kemampuan conversation, ketrampilan bekerja, kebiasaan merokok,
dsb.
Kognitif/intelektual : Respon terhadap
tes intelegensi, daya pikir, respon terhadap tes persepsi, dsb.
Emosi/afeksi : Perasaan, respon terhadap
tes kepribadian, emosi saat bercerita, dsb.
Lingkungan : Lokasi dan karakteristik
tempat tinggal, deskripsi dsb.
Pedoman Studi Kasus:
v Identifikasi
data, meliputi : nama, jenis kelamin, pekerjaan, penghasilan, status
perkawinan, alamat, tempat tanggal lahir, agama, pendidikan, suku bangsa.
v Alasan
kedatangan, keluhan dan harapan-harapan klien.
v Situasi
saat ini, meliputi : di tempat tinggal, kegiatan harian, perubahan dalam hidup
yang terjadi dalam satu bulan, dsb.
v Keluarga,
meliputi : deskripsi orang tua, saudara, figur lain dalam keluarga yang dekat
dengan klien (significant other), peran dalam keluarga, dsb.
v Ingatan
awal: mendeskripsikan tentang kejadian dan situasi pada awal kehidupannya.
v Kelahiran
dan perkembangan, meliputi : usia saat bisa berjalan dan berbicara,
permasalahan dengan anak lain, pengaruh dari pengalaman masa kecil, dsb.
v Kondisi
fisik dan kesehatan, meliputi : penyakit sejak kecil, penggunaan obat dokter
atau obat terlarang yang berturut-turut, merokok, alkohol, kebiasaan makan atau
olahraga, dsb.
v Pendidikan,
meliputi : riwayat pendidikan, bidang pendidikan yang diminati, prestasi,
bidang yang dirasa sulit, dsb.
v Pekerjaan,
meliputi : alasan berhenti atau pindah kerja, sikap dalam menghadapi pekerjaan,
dsb.
v Minat
dan hobi, meliputi : kesenangan, ekspresi diri, hobi, dsb.
v Perkembangan
seksual, meliputi : aktivitas seksual, ketepatan dalam pemuasan kebutuhan seksual,
dsb.
v Data
perkawinan dan keluarga, meliputi : alasan menikah, kehidupan perkawinan dalam
budayanya, masalah selama menikah, kebiasaan dalam rumah tangga, dsb.
v Dukungan
sosial, minat sosial dan komunikasi dengan orang lain, meliputi : tingkat
frekuensi untuk berhubungan dengan orang lain, kontribusi selama berinteraksi,
kesediaan menolong orang lain, dsb.
v Self
description, meliputi : kekuatan dan kelemahan, daya imajinasi, kreativitas,
nilai-nilai dan ide.
v Pilihan
dalam hidup, meliputi : keputusan untuk berubah, kejadian penting, dsb.
v Tujuan
dan masa depan, meliputi : harapan pada 5 – 10 tahun yang akan datang, hal-hal
yang perlu disiapkan untuk itu, kemampuan untuk menetapkan tujuan, daya
realistis berhubungan dengan waktu, dsb.
v Hal-hal
lain dapat dilihat dari riwayat atau latar belakang klien.
Pedoman
tersebut harus selalu disesuaikan dengan pendekatan yang akan digunakan yaitu:
Ø Psikodinamika
lebih memfokuskan pada pertanyaan seputar motif bawah sadar, fungsi ego,
perkembangan pada awal kehidupan (5 tahun pertama) dan berbagai macam defense
mechanism.
Ø Kognitif-behavior
memfokuskan pada skill, pola berpikir yang biasa digunakan, berbagai stimulus
yang mendahului serta permasalahan perilaku yang menyertainya.
Ø Fenomenologi
cenderung mengikuti outline asesmen dan melihat bahwa serangkaian asesmen
merupakan kolaborasi untuk memahami klien dalam hal bagaimana klien melihat
atau mempersepsi dunia.
II. Collecting Assessment Data
Bagaimana
seharusnya kita mencari tahu tentang hal itu ?
Sumber Assessment Data ada empat
macam yaitu : interview, tes, observasi dan life record.
1. Interview
: merupakan dasar dalam assessment dan merupakan sumber yang sangat luas. Ada
beberapa kelebihan interview antara lain:
a. Merupakan hal biasa dalam
interaksi sosial sehingga memungkinkan untuk mengumpulkan sampel tentang
perilaku verbal atau non verbal individu bersama-sama.
b. Tidak membutuhkan peralatan atau
perlengkapan khusus dan dapat dilakukan dimanapun juga.
c. Mempunyai tingkat fleksibilitas
yang tinggi. Klinisi bebas untuk melakukan inquiry (pendalaman) terhadap
topik pembicaraan yang mungkin dapat membantu proses asesmen.
Perlu di ingat bahwa interview
dapat terdistorsi oleh karakteristik dan pertanyaan interviewer, karakteristik klien dan oleh situasi pada saat
interview berlangsung.
2. Tes
: seperti interview
tes juga memberikan sampel perilaku individu, hanya saja dalam tes stimulus
yang direspon klien lebih terstandardisasikan daripada interview. Bentuk tes
yang sudah standar tersebut membantu untuk mengurangi bias yang mungkin muncul
selama proses assessment berlangsung. Respon yang diberikan biasanya dapat
diubah dalam bentuk skor dan dibuat analisis kuantitatif. Hal itu membantu
klinisi untuk memahami klien. Skor yang didapat kemudian diinterpretasi sesuai
dengan norma yang ada.
3.
Observasi : yang
bertujuan untuk mengetahui lebih jauh di luar apa yang dikatakan klien. Banyak
yang mempertimbangkan bahwa observasi langsung mempunyai tingkat validitas yang
tertinggi dalam assessmen. Hal itu berhubungan dengan kelebihan observasi
antara lain:
a. Observasi dilakukan secara
langsung dan mempunyai kemampuan untuk menghindari permasalahan yang muncul
selama interview dan tes seperti masalah
memori, jenis respon, motivasi dan bias situasional.
b. Relevansinya terhadap perilaku
yang menjadi topik utama. Misalnya perilaku agresif anak dapat diobservasi
sebagaimana perilaku yang ditunjukkan dalam lingkungan bermain dimana masalah
itu telah muncul.
c. Observasi dapat mengases perilaku
dalam konteks sosialnya. Misalnya untuk memahami seorang pasien yang kelihatan
depresi setelah dikunjungi keluarganya, akan lebih bermakna dengan mengamati
secara langsung daripada bertanya, “Apakah Anda pernah depresi?”.
d. Dapat mendeskripsikan perilaku
secara khusus dan detail. Misalnya untuk mengetahui tingkat gairah seksual
seseorang dapat diobservasi dengan banyaknya cairan vagina yang keluar atau
observasi melalui bantuan kamera.
4. Life record : assessment
yang dilakukan melalui data-data yang dimiliki seseorang baik berupa ijazah
sekolah, arsip pekerjaan, catatan medis, tabungan, buku harian, surat, album
foto, catatan kepolisian, penghargaan, dsb. Banyak hal dapat dipelajari dari life
record tersebut. Pendekatan ini tidak meminta klien untuk memberi respon
yang lebih banyak seperti melalui interview, tes atau observasi. Selama proses
ini, data dapat lebih terhindar dari distorsi memori, jenis respon, motivasi
atau faktor situasional. Contohnya, klinisi ingin mendapatkan informasi tentang
riwayat pendidikan klien. Data tentang transkrip nilai selama sekolah mungkin
dapat lebih memberikan informasi yang akurat tentang hal itu daripada bertanya
,”Bagaimana saudara di sekolah?”. Buku harian yang ditulis selama
periode kehidupan seseorang juga dapat memberikan informasi tentang perasaan,
harapan, perilaku atau detail suatu situasi yang mana hal itu mungkin
terdistorsi karena lupa selama interview. Dengan merangkum informasi yang di dapat tentang pikiran dan
tingkah laku klien selama periode kehidupan yang panjang, life records
memberikan suatu sarana bagi klinisi untuk memahami klien dengan lebih baik.
III. Processing assessment Data
Bagaimana seharusnya data-data
tersebut dikombinasikan ?
Bagaimana asesor dapat
meminimalkan bias selama interpretasi data ?
Didasarkan
pada teori apa yang akan digunakan : psikoanalisa, behavioral atau
fenomenologi. Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya dalam assessment
adalah menentukan arti dari data tersebut. Jika informasi tersebut sekiranya
berguna dalam pancapaian tujuan assessment, maka informasi itu akan dipindahkan
dari data kasar menjadi format interpretatif. Langkah tersebut biasanya disebut
pemrosesan data assessment atau clinical judgment
Klinisi
cenderung melihat data asesmen melalui tiga cara yaitu : sebagai sampel, korelasi atau tanda (sign). Contoh : Seorang
laki-laki menelan 20 tablet obat penenang sebelum tidur tadi malam di sebuah
hotel, tapi berhasil diselamatkan oleh petugas kebersihan yang akhirnya
membawanya ke RS.
1. Data dilihat sebagai sampel dari perilaku klien. Kemungkinan judgment :
·
Klien
mempunyai cara potensial untuk melakukan pembunuhan secara medis
·
Klien
tidak ingin diselamatkan sebab tidak ada seorangpun yang tahu tentang usaha
bunuh diri tersebut sebelum hal itu terjadi.
·
Dalam
situasi yang sama, klien mungkin akan mencoba bunuh diri lagi.
Disini dapat dilihat, bahwa data
berupa usaha bunuh diri dilihat sebagai contoh dari apa yang dilakukan klien
dalam situasi seperti itu. Tidak ada usaha untuk mengetahui mengapa dia mencoba
bunuh diri. Jika dilihat sebagai sampel, akan didapat kesimpulan tingkat
rendah. Teori yang mendasarinya adalah behavioral.
2. Data dilihat sebagai korelasi dengan aspek lain dalam hidup
klien. Kemungkinan:
·
Klien
sepertinya seorang lelaki setengah baya yang masih single atau bercerai dan mengalami kesepian.
·
Klien
saat itu mungkin mengalami depresi.
·
Klien
kurang mendapatkan dukungan emosi dari teman dan keluarganya.
Ada kombinasi antara : 1). Fakta
tentang perilaku klien. 2). Pengetahuan klinisi tentang apa yang sekiranya
dapat dikorelasikan dengan perilaku klien. Disini kesimpulan yang diambil
berada pada tingkat yang lebih tinggi. Kesimpulannya didasarkan pada data-data
pendukung yang ada di luar data asli seperti hubungan antara bunuh diri, usia,
jenis kelamin, dukungan sosial, dan depresi. Semakin kuat pemahaman terhadap
hubungan antar variabel, maka kesimpulan yang di dapat semakin akurat.
Pendekatan ini bisa didasarkan pada beragam teori.
3. Data dilihat sebagai tanda (sign) yang lain, untuk
mengetahui karakteristik kilen yang masih kurang jelas. Kemungkinan judgment
:
·
Dorongan
agresif klien berubah menyerang diri sendiri.
·
Perilaku
klien merefleksikan adanya konflik intrapsikis.
·
Perilaku
minum obat merupakan manifestasi adanya kebutuhan untuk ditolong yang tidak
disadarinya.
Kesimpulan yang didapat berada pada
tingkat paling tinggi. Teori yang mendasari pendekatan ini adalah psikoanalisa
atau fenomenologi.
IV. Communicating Assessment Data
Siapa yang akan diberi laporan asesmen dan
tujuannya apa ?
Bagaimanakah assessment akan mempengaruhi
klien yang di ases ?
Hasil dari assessment biasanya
akan ditulis menjadi sebuah laporan assessment.
Ada tiga kriteria yang harus
dipenuhi suatu laporan assessment yaitu : jelas, relevan dengan tujuan dan
berguna.
1.
Jelas
Kriteria pertama yang harus
dipenuhi adalah laporan itu harus jelas. Tanpa kriteria ini, relevansi dan
kegunaan laporan tidak dapat dievaluasi. Ketidakjelasan laporan psikologis
merupakan suatu masalah karena kesalahan interpretasi dapat menyebabkan
kesalahan pengambilan keputusan.
2.
Relevan dengan tujuan
Laporan assessment harus relevan
dengan tujuan yang sudah ditetapkan pada awal assessment. Jika tujuan awalnya
adalah untuk mengklasifikasikan perilaku klien maka informasi yang relevan
dengan hal itu harus lebih ditekankan.
3.
Berguna
Laporan yang ditulis diharapkan
dapat memberikan sesuatu informasi tambahan yang penting tentang klien. Kadang
terdapat juga laporan yang mempunyai validitas tambahan yang rendah. Misalnya
klinisi menyimpulkan bahwa klien mempunyai kecenderungan agresifitas tinggi,
tapi data kepolisian mencatat bahwa klien tersebut telah berulang kali ditahan
karena kasus kekerasan. Informasi yang diberikan klinisi tidak memberikan suatu
hal penting lainnya dari klien.
OUTLINE
ASSESSMENT DATA
1.
Psikoanalisa
o Konflik : persepsi diri, tujuan, frustrasi,
hubungan interpersonal, persepsi lingkungan, dorongan, dinamika dan kontrol
emosi.
o Nilai stimulus sosial : kemampuan
kognitif, faktor konatif, tujuan dan peran sosial.
o Fungsi kognitif : penurunan dan psikopatologi.
o Defenses : represi, rasionalisasi,
regresi, fantasi dsb.
2.
Fenomenologi : pendekatan subjektif dan cenderung mengikuti format
umum assessment.
Ø Klien dari sudut pandang sendiri
Ø Klien seperti yang direfleksikan dalam tes
Ø Klien seperti yang dilihat
klinisi
3. Cognitive-Behavioral
v Deskripsi tentang penampilan
fisik dan perilaku selama assessment.
v Permasalahan meliputi : masalah
saat ini, latar belakang masalah, situasi tertentu yang menentukan masalah dan
variabel yang relevan (sspek fisiologis, pengaruh medis dan aspek kognitif yang
menentukan masalah). Dimensi masalah (durasi,
frekuensi dan keseriusan masalah), dan konsekuensi masalah (positif atau
negatif).
v Masalah yang lain (diobservasi
oleh asesor, tidak dinyatakan oleh klien).
v Aset individu.
v Target perubahan.
v Treatment yang direkomendasikan.
v Motivasi klien untuk treatment
v Prognosis.
v Prioritas treatment.
v Harapan klien : penyelesaian
masalah yang spesifik maupun pada treatment secara umum.
v Komentar lain.
Demikian
sedikit uraian tentang assessment dalam psikologi klinis yang dapat kami tulis
dari berbagai sumber. Mohon maaf jika banyak kekurangan dan kesalahan. Semoga
bermanfaat Amien...
DAFTAR
PUSTAKA
Kendall,
P.C. & Norton-Ford, J.D. 1982. Clinical Psychology : Scientific and
Professional Dimensions. Toronto : John Wiley and Sons, Inc
Baihaqi,
Mif dkk. 2005. Psikiatri (Konsep Dasar
dan Gangguan-gangguan). Refika Aditama: Bandung
Tristiadi,
Ardi A dkk. 2007. Psikologi Klinis.
Graha Ilmu: Yogyakarta
Wiramihardja,
Sutardo. 2006. Pengantar Psikologi Klinis.
Refika Aditama: Bandung
Sulistyarini,
Rr. I.R. Tanpa tahun. Hand Out Psikologi Klinis & Abnormal. Prodi
Psikologi UII: Yogyakarta
“Pengantar
Assessment Psikologi Klinis oleh Rizky” diunduh 1 juli 2011 pukul 19.00 WIB
dari http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/pengantar-assessment-psikologis
“Artikel
Psikologi Klinis oleh Lukman Firdaus” diunduh 1 juli 2011 pukul 19.15 WIB dari http://psikologi-artikel.blogspot.com/2010/03/psikologi-klinis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar